Selasa, 23 April 2013

Bagaimana Menanamkan Konsep Aqidah pada Anak?



Penanaman Konsep Ilahiah kepada Anak
Oleh: Amhar Riandini
(Mahasiswa STIQ ‘Isy Karima, Karanganyar, Jawa Tengah)

Konsep Ilahiah merupakan konsep yang paling mendasar bagi setiap agama, kemudian dari konsep Ilahiah inilah dijabarkan konsep-konsep lainnya dalam agama, seperti konsep tentang manusia, kenabian, wahyu, dan lain-lain. Oleh karena itu, mau tidak mau, setiap berbicara tentang agama, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Ilahiah-nya terlebih dahulu. 

Konsep Ilahiah dalam Islam memiliki sifat yang khas tidak sama dengan konsepsi Ilahiah dalam filsafat tradisi Yunani yang disebut sebagai unmoved mover, ataupun konsepsi Ilahiah dalam Kristen dengan trinitasnya, atau agama Budha dengan Sad-Sadha, atau Hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atau Yahudi yang masih mempersoalkan nama Ilahiah mereka YHWH-kah atau Yahweh.

Dalam Islam, konsep Ilahiah sudah cukup jelas tertera dalam pondasi dasar Islam, yaitu rukun Iman yang enam (iman kepada Allah, iman kepada para malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qodho’ dan qadar) dan rukun Islam yang lima (syahadat, sholat, puasa, zakat, naik haji bila mampu), sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam  yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah-nya :
عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Dr. Adian Husaini, MA, keimanan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam adalah kunci utama dari seluruh aspek keimanan Islam, tidak ada Islam jika tidak ada keimanan terhadap kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Karena Allah menurunkan wahyu-Nya (Al-Qur’an) kepada utusan-Nya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam itulah yang mengenalkan kepada kita umat Islam siapa Ilah kita dan bagaimana cara beribadah kepada Allah. Melalui Nabi Muhammad juga kita memahami wahyu Allah, dan beliau pula yang menjelaskan kepada umatnya bagaimana cara shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya.
Umat Islam tidak dapat mengenal nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan cara menyembah Allah dengan benar kecuali melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Maka, syahadat Islam berbunyi: ”Saya bersaksi tidak ada Ilahiah selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Tanpa beriman kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam dan wahyu yang dibawanya, mungkin umat Islam hanya akan mengakui adanya Ilah, dan mengakui bahwa Ilah itu satu, tanpa bisa mengenal siapa Ilah itu, siapa Dia, siapa nama-Nya, bagaimana sifat-sifat-Nya, dan bagaimana cara menyembah-Nya.
Konsep Ilahiah dalam Islam atau Aqidah Islamiyah adalah pondasi yang harus dimiliki oleh orang yang beragama Islam. Akan lebih baik jika konsep aqidah ini ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Mengapa harus kanak-kanak? Menurut Dr. Amani Ar-Ramadi masa kanak-kanak adalah masa yang masih jernih pemikirinnya. Karenanya, pengarahan anak untuk mengenal agama mendapatkan porsi yang masih luas dalam hatinya, tempat tersendiri dalam pikirannya, dan sambutan oleh akalnya.
Selain itu, anak adalah amanat Allah. Allah menitipkan amanat itu kepada orang tua, pendidik, keluarga dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas amanat, tersebut mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah.[1]
Anak merupakan pondasi yang paling mendasar bagi terbentuknya sebuah bangunan umat. Apabila anak diletakkan dalam posisi yang benar, bangunannya secara utuh akan bisa lurus. Pondasi dasar yang harus ditanamkan kepada anak adalah pemahaman Aqidah, supaya anak bisa menjadi bangunan yang terbentuk lurus. Imam Ghazali telah menekankan untuk memberikan perhatian terhadap anak dan mendiktekannya sejak kecil agar ia bisa tumbuh di atas aqidah itu.
Beliau mengatakan, “Ketahuilah bahwa apa yang telah kami sebutkan dalam menjelaskan aqidah seyogyanya diberikan kepada sang anak di awal perkembangannya agar ia bisa menghafalkannya benar-benar, sehingga makna-maknanya kelak di masa dewasa terus terungkap sedikit demi sedikit”.[2]
Imam Ghazali juga menjelaskan dalam kitab Al-Ihyâ’ ‘Ulûm Ad-Dîn cara menanamkan aqidah pada anak-anak. Beliau mengatakan, ”Cara menamkan keyakinan ini bukanlah dengan mengajarkan keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadits dan makna-maknanya serta sibuk dengan tugas ibadah.
Dengan demikian, kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah kokoh sejalan dengan semakin seringnya dalil-dalil Al-Qur’an yang didengar olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi yang ia telaah dan berbagai faedah yang bisa ia petik darinya. Ini ditambah lagi oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya yang akan semakin memperkuat itu semua”.[3]
Cara memahamkan aqidah kepada anak bisa dibilang gampang-gampang susah. Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, mempunyai keuniakan bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib. Anak dengan berbagai karakteristiknya yang khas, terkadang membuat banyak orang tua ataupun pendidik kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa dengan mudah berinteraksi dengan ini semua? Bagaimana cara menjelaskannya kepada anak-anak  agar lebih mudah dipahami?
Sebelum menjelaskan konsep aqidah islamiyah, sudah sepantasnya orang tua dan pendidik memahami terlebih dahulu tentang konsep Ilahiah itu sendiri. Dan ketika anak mulai dikenalkan dengan Ilah-nya, akan timbul berbagai macam pertanyaan dalam benaknya. Orang tua dan pendidik harus berusaha menjelaskan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.
Selain itu, orang tua ataupun pendidik dituntut untuk kreatif dalam menjelaskan masalah aqidah ini agar lebih mudah dipahami. Misalnya cara mengenalkan Allah kepada anak-anak, ketika mereka bertanya ‘Siapa Rabb-ku?’ jelaskan kepada mereka bahwa Rabb mereka adalah Allah yang telah menciptakan, memelihara, menguasai, dan mengatur alam semesta ini. Gunakan dalil dari Al-Qur’an supaya mereka lebih yakin, kalam Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Fatihah :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Segala puji bagi Allah, Ilahiah semesta alam.”
Lalu, ketika mereka bertanya ‘Dari mana engkau mengenalRabb-mu?’ jelaskan kepada mereka bahwa mereka mengenal Rabb-nya dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Seperti adanya malam, siang, matahari, bulan, tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, berikut apa yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada diantara keduanya. [4]
Kemudian apabila anak-anak bertanya ‘Di mana Allah?’ jelaskan kepada mereka bahwa Allah berada di atas langit, bersemayam tinggi dan naik di atas ‘Arsy.
Sayangnya, banyak orang tua ataupun tenaga pendidik yang ketika ditanya ‘Di mana Allah?’, kebanyakan dari mereka menjawab ‘Allah ada di atas’. Jawaban yang abstrak apabila diberikan kepada anak-anak. Karena bisa jadi ketika si anak berada di dalam rumahnya kemudian mendongakkan kepalanya ke atas, berharap agar bisa melihat Allah –karena jawaban yang diberikan kepadanya Allah itu ada di atas-. Ternyata si anak hanya menemukan cicak yang sedang berburu nyamuk. Salah-salah anak tersebut mengira cicak itulah Ilahhnya. Naudzubillah.
Dan apabila mereka bertanya ‘Apa itu ‘Arsy?’,  jelaskanlah bahwa ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar, yang letaknya paling tinggi, yang berada di atas langit ketujuh.[5]Sertakan dalil dari Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 5 agar si anak bertambah yakin dan ajarkan untuk menghapalnya, yang berbunyi :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(yaitu) Ilah yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy.”
Anak-anak adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tua, pendidik, keluarga, dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas amanat tersebut, mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu, penanaman konsep ke-Ilahiah-an dalam Islam sebaiknya dimulai dari sejak kanak-kanak agar pendidikan anak yang merupakan amanat dari Allah bisa dipertanggung-jawabkan dengan baik.
Wallahu ‘alam bishowab.


[1] Dr. Amani Ar-Ramadi, Pendidikan Cinta untuk Anak, (Solo:Aqwam, 2006), hlm.116
[2] Muhamad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo:Pustaka Arafah, 2004),hlm.112
[3] Loc. Cit., hlm.113
[4] Abu ‘Umar Ibrahim, Bimbingan Belajar untuk Anak-anak Islam:Buku Pelajaran Aqidah,(Hikmah Anak Sholih:2006), hlm.16
[5] Loc. Cit., hlm.15

Minggu, 07 April 2013

Bekal Menghafal Alquran



Republika/Aditya Pradana Putra
Seorang bocah membaca Alquran dalam kegiatan khataman Alquran secara massal.
A+ | Reset | A-

Para penghafal Alquran mengemban tugas dan misi yang mulia. Jika niatnya ternodai, justru akan berakibat buruk pada mereka. 
Alquran mudah dibaca dan dihafal, itu adalah garansi dari Allah SWT. Sehingga, tak ada alasan seseorang untuk mangkir dan berpaling dari belajar membaca Alquran. Terlebih, berdalih susah lalu tidak menghafalnya. 

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. al-Qamar [54]: 17).
    
Mari kita kalkulasikan bersama. Jika Anda menghafal satu hari satu ayat secara konsisten, Anda akan bisa rampung menghafalnya selama 17 tahun, tujuh bulan, dan sembilan hari. 

Ini bila dengan asumsi jumlah ayat mengikuti pendapat mayoritas ulama Makkah yaitu lebih dari 6220 ayat. Perinciannya sebagai berikut: 17 x 360 hari = 6120 hari. Jumlah itu ditambah tujuh bulan sembilan hari. Totalnya 6339 hari. 

Jika dua hari dua ayat, maka hafalan tersebut akan kelar selama delapan tahun, sembilan bulan, dan 18 hari. Jika proses itu dijalani, tak akan terasa.  
    
Ketahuilah, para penghafal Alquran, mengemban misi dan tugas yang mulia. Mereka akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat kelak. Secara tegas, Allah memuliakan para hafidz itu melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad SAW. 

Penghafal Kitab Suci itu, seperti dinukilkan Imam Tirmidzi dalam riwayatnya, akan berhias dengan mahkota kemuliaan. Ini karena Sang Khaliq memberikan keridhaan pada yang bersangkutan. Kebaikannya pun akan bertambah, tiap kali melantunkan satu ayat. 
     
Para penghafal Alquran, seperti ditegaskan pula di hadis riwayat Ahmad, adalah ‘keluarga’ Allah di muka bumi. Keutamaan inilah, yang mendorong Rasul memuliakan para sahabat penghafal Alquran. 

Ketika perang Uhud meletus, tak sedikit sahabat yang gugur dalam pertarungan itu. Rasul selalu mendahulukan para penghafal Alquran untuk dimakamkan lebih dulu. “Manakah di antara mereka yang hafal Alquran?,” demikian  jawaban Rasul atas pertanyaan sahabat.
 
Semasa Rasul hidup, gairah menghafal Alquran di kalangan sahabat sangatlah tinggi. Tak terkecuali para pemuda. Ada sederet nama kawula muda ketika itu yang menghafal Alquran seperti Amar bin Salamah, al-Barra’ bin ‘Azib, dan Zaid bin Haritsah. 

Sahabat Zaid bin Tsabit yang berusia belia saat itu, bahkan masuk ke dalam daftar sahabat pencatat wahyu. Di masa Khalifah Abu Bakar, Zaid dilibatkan pula proyek kodifikasi Alquran. 
    
Akan tetapi, terdapat poin penting yang mesti ditekankan para penghafal Alquran. Mereka mesti mengikuti sejumlah aturan dan etika agar proses menghafal mendapatkan keberkahan dari-Nya. Syekh Qahthan Birqadar, memaparkan sejumlah fondasi dasar yang harus diperkokoh para penghafal Alquran. 
    
Paling utama ialah meluruskan niat. Jadikan motivasi satu-satunya menghafal Alquran, yakni mendapatkan keridhaan-Nya. Bukan berorientasi pada ketenaran, popularitas, yang berkelindan dengan melimpah ruahnya materi. 

“Niat duniawi tak akan berbuah manis,” tulisnya. Lihatlah, kisah yang tertuang di hadis riwayat Muslim. Mereka yang belajar dan mengajarkan Kitab Samawi itu, harus menerima siksa lantaran tujuannya hanya ingin dielu-elukan manusia.
    
Syekh Qahthan mengingatkan, agar menyempurnakan proyek hafalan itu dengan praktik dan pengamalan Alquran. Amalkan ajaran, nilai, dan etika yang terkandung di dalamnya. Jadilah hafidz yang pionir dan selalu terdepan soal akhlak dan moralitas. 

Tetap tawadhu dan tidak sombong di hadapan orang  lain. Ingatlah, Alquran akan menjadi saksi kita kelak di akhirat. “Alquran adalah saksi atas kebaikan atau keburukanmu,”sabda Rasul di hadis Muslim. 
    
Dan, tetaplah konsisten mengulang-ulang hafalan (muraja’ah). Ini agar anugerah berupa hafalan yang diberikan Allah, tidak sirna begitu saja. Proses mengulang dan menjaga hafalan, justru lebih berat dibandingkan menghafal. 

Sebuah hadis riwayat Bukhari Muslim menyatakan hal itu. Rasul pernah menyerukan agar tetap menjaga hafalan Alquran. “Memelihara hafalan lebih berat ketimbang mengikat seekor unta,”titah Nabi.  
    
Ada banyak media yang bisa dilakukan untuk proses muraja’ah. Mulai dari menjadi imam shalat, mendengarkan tilawah melalui mp3, saling bertukar bacaan, dan sebagainya. Tentu, ini akan lebih utama dan ditekankan dengan bimbingan guru yang berkompeten.  
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID

Ini Tips Menghafal Alquran dari Imam Masjidil Haram



foto damanhuri zuhri/republika
imam masjidil haram syaikh saad alghamidi (kiri) mendengarkan penjelasan ustaz yusuf mansur soal PPPA

Imam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Syekh Saad al-Ghamidi mengungkapkan menghafal Alquran butuh proses dan perlu niat serta kesabaran. Ia mengingatkan, menghafal Alquran harus diperkuat dengan program lanjutan yakni kajian dan pehaman Alquran. 

Menurut Syekh Saad al-Ghamadi, memahami Alquran tak kalah penting dengan menghafal. ”Memahami wajib dan menghafal sunat,” katanya kepada sejumlah wartawan beberapa waktu lalu, termasuk Republika di Jakarta.   

Menurut dia, menghafal Alquran butuh niat dan kesabaran. ''Saya menghafal Alquran tidak sebentar. Perlu waktu lima tahun. Di sela-sela itu, penempaan niat terus dibutuhkan,'' jelasnya. 

Ada kalanya niat dan semangat itu kendor. Perbarui terus niat. Ingat dan terus motivasi diri, antara lain dengan pahala. Rasulullah saw bersabda:”Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Alquran di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR Abu Daud dan Turmudzi). 
    
Ia mengatakan, Imam as-Syanqithi menekankan jangan menghafal Alquran untuk ajang perlombaan duniawi, tetapi guna berkompetisi di akhirat. Memang proses itu tidak mudah. Tapi ingat, otak kita itu ibarat mesin. 

Jika hari ini hanya satu ayat, besok akan bertambah terus. Mesin akan terus berjalan. Jangan  lupa, sediakan waktu untuk menghafal satu atau dua jam tiap hari. 
    
Syeikh Saad al-Ghamidi mengingatkan ulangi terus hafalan Anda. ''Guru saya berpesan, tiap surah yang dihafal harus diulangi lebih dari satu kali. Jika perlu 20 atau bahkan 40 kali. Libatkan teman utuk mengulang hafalan bersama,'' jelasnya. 

Di Dammam, Arab Saudi, kata al-Ghamidi, tradisi ini berjalan. Keberadaan teman dalam menghafal juga perlu.''Ingat, mengulang hafalan tak kalah rumit dibanding menghafal,'' jelasnya.  

Seorang hafiz, kata dia, harus menjadi pionir akhlak. Rasul bersabda, ''Sebaik-baik dari kalian ialah mereka yang belajar Alquran dan mengajarkannya.'' 

Menurut dia, seorang penghafal Alquran harus tawadhu, berbakti pada orang tua, dan berhias dengan akhlak terpuji. Jangan salah, kata dia, seorang penghafal Alquran juga manusia. Bisa saja berbuat salah. 

''Ini bukan berarti, seorang hafiz harus kaku dalam kehidupannya. Silakan berinteraksi sewajarnya. Bermainlah dengan anak-anak, bercandalah, berolahragalah, dan beraktivitas seperti biasa,'' jelasnya mengingatkan.  
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID