Kemarin malam, saya berkunjung ke tempat
teman, eks teman satu wisma dulu. Beliau dulunya dari fakultas teknik. Meskipun
demikian, kesibukannya kini bukan di perusahaan, karena ia memilih untuk
menyibukkan diri dengan menghafalkan Al-Qur'an. Bahkan, bukan hanya
menghafalkan Al-Qur'an semata, tetapi beliau juga berazzam untuk mengambil
sanad minimal satu dari 10 qiraat.
Secara pribadi, saya paling suka kalau main ke tempat beliau,
karena "pembicaraannya" tidak seperti pembicaraan manusia pada
umumnya. Banyak nasehat yang dinukil dari kalamullah, hadits, atau petuah salaf
sehingga membuat hati tidak bosan untuk mengambil faidah. Demikianlah
persangkaan saya berdasar dzahir yang saya lihat, dan tidak bermaksud
menyucikan seorang pun di hadapan Allah ta'ala.
Maka, tanpa terasa kunjungan saya pun sampai terlalu larut
hingga jam dinding menunjukkan waktu hampir pukul dua belas malam. Di antara
nasehat terakhir sebelum berpisah; beliau mewanti-wanti untuk menjauhi
tempat-tempat dan sebab-sebab fitnah yang merusak. Katanya, nabi memberikan
pesan bahwa jika seseorang mendengar kemunculan Dajjal di akhir zaman nanti,
jangan penasaran untuk melihatnya, tetapi begitu mendengar nama Dajjal,
segeralah lari menjauh. Ini juga merupakan petunjuk bahwa kita jangan main-main
dan merasa aman dari fitnah yang merusak. Seseorang yang lama belajar agama,
tidak bisa dijamin dirinya akan selamat di akhir hidupnya nanti. Maka, jauhilah
fitnah yang merusak sejauh mungkin, jangan coba-coba penasaran lalu mencicipi
masuk ke dalamnya.
"Terdapat sebuah kisah nyata yang belum lama ini terjadi,
ada seorang ikhwan, kesibukannya adalah menghafal Al-Qur'an, bahkan katanya
sudah disebut hafizd. Di tempat lain, ada juga seorang akhwat yang hafizhah.
Dalam suatu waktu, diselenggarakan daurah kajian Ustadz di
tempat yang tidak jauh dari mereka berdua berada. Entah karena sekadar ingin
mencoba ta'aruf, atau sekadar ingin mengenal satu sama lain, atau entahlah
alasan-alasan yang lain, mereka bersepakat untuk hadir dalam daurah Ustadz
tersebut.
Usai daurah, mereka berdua bersepakat untuk berpapasan.
Qadarullah, di saat mereka berpapasan, Allah menurunkan hujan. Karena basah
kuyup, mereka mencari tempat untuk berteduh. Di saat mereka berada di tempat
berteduh tersebut, setan menggoda mereka akhirnya terjadilah perbuatan yang
menyedihkan, zina. Na'udzubillahi min dzalik."
Kisah di atas bukan fiksi, tetapi kisah nyata yang belum lama
terjadi. Alhamdulillah pelaku zina tersebut kini sudah bertaubat (mudah-mudahan
Allah menerima taubatnya dan menutup aibnya), dan membolehkan cerita ini
disampaikan untuk menjadi ibrah (pelajaran), dengan tidak menyebut nama pelaku.
Usai menceritakan kisah tersebut, kawan saya ini mengingatkan
bahwa tujuan kita hidup ini adalah mencari jalan menuju surga, yang belum
pernah kita rasakan. Nah, tidakkah kita ingat bahwa nabi Adam alaihis-salam
yang sudah merasakan kenikmatan surga tanpa kekurangan suatu apapun, masih saja
terkena godaaan iblis untuk mendekati pohon yang dilarang Allah untuk didekati?
Apalagi kita yang hidup di bumi yang penuh kekurangan, ketidaknikmatan, dan
kalaupun ada kenikmatan, belum ada apa-apanya dengan kenikmatan surga? Maka,
kemungkinan untuk termakan godaan iblis untuk menikmati kenikmatan tipuan lebih
besar lagi. Wal'iyadzu billah.
Lihatlah contoh pemuda-pemudi penghafal Al-Qur'an ini.
Bandingkan dengan kita yang mungkin minim atau hampir tidak punya hafalan
Al-Qur'an, apalagi belajar agama. Apalagi perhatikan, mereka berdua tidak
janjian di tempat pelacuran, tempat cafe, atau karaoke malam, tetapi janjian di
tempat daurah, tempat majelis ilmu. Maka, ingatlah bahwa iblis tidak akan
menyerah menggoda anak keturunan Adam. Apalagi, iblis memilki pengalaman dari
zaman Adam hinggga zaman sekarang untuk menyesatkan manusia. Kurang pengalaman
apa lagi? Jika orang shalih saja masih terkena rayuan iblis, maka kita yang
pas-pasan ini harus lebih ekstra hati-hati.
Bersyukurlah kita yang masih diselamatkan Allah ta'ala dari
maksiat besar. Namun, kita tidak tahu besok apakah kita masih aman dari maksiat
atau tidak. Boleh jadi, sekarang kita memang di jalan yang lurus, tetapi besok?
Maka, jika kita menyadari ini, masih ada waktu untuk mengistiqomahkan diri, dan
bertaubat dari kesalahan-kesalahan yang dulu pernah kita perbuat. Dan jangan
lupa teruslah berdoa kepada Allah agar selalu istiqomah, karena keistiqomahan
merupakan anugerah Allah.
Janganlah sekali-kali kita aman dari pebuatan maksiat. Maka,
jauhilah sebab-sebab fitnah yang merusak. Jauhilah tempat-tempat yang bisa
menimbulkan fitnah yang merusak. Selalu luruskanlah niat kita, karena kalau
hati ini tidak lurus, amalan shalih yang selama ini kita lakukan tidak ada artinya.
*
Demikianlah faidah yang saya rangkum dari pembicaraan dengan kawan saya ini.
Mudah-mudahan bisa jadi pengingat bagi diri saya sendiri dan siapa saja yang
membaca catatatan ini.
Yogyakarta, Akhir Muharram 1433 – 24 Desember 2011 M
Oleh: Abu Muhammad Al-'Ashri
(alashree blog/muslimahzone.com dan arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar