Jumat, 30 Desember 2011

Cerdas dalam Beramal Sholeh



 


SEORANG ulama salaf pernah berkata: “Betapa banyak seorang hamba siang malam sujud dan bermunajad kepada Allah SWT, namun semuanya hampa tanpa sedikitpun pahala. Sebaliknya, ada hamba Allah yang terkesan “santai” dalam beribadah, tetapi oleh Allah diganjar dengan pahala melimpah” (Syeikh Zein bin Smith, al-Manhaj al-Sawi). 

Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?
Kita pun berpikir, mestinya orang yang berpayah-payah beribadah itulah yang pantas mendapat pahala yang lebih. Sedangkan seorang hamba yang ibadahnya biasa-biasa saja itu diganjar dengan pahala yang tidak melimpah. Bukankah ibadah itu diganjar sesuai kadar kepayahannya?

Sesungguhnya, bukan sekedar kepayahannya yang ditimbang, tapi niat dan keshahihan ibadah itu. Niat yang benar dan keabsahan ibadah tentunya tidak lahir kecuali dengan ilmu. Itulah mengapa, ibadah orang yang berilmu dengan orang bodoh pahalanya tidak sama. Di sinilah pentingnya ilmu dalam beribadah, bukan sekedar semangat.

Para salaf al-shalaih telah memberi teladan, beramal shalih mesti harus dihiasi dengan ilmu. Dan orang yang berilmu wajib mengamalkan. Tiada dikatakan ilmu jika telah diamalkan.
Rasulullah SAW pernah memperingatkan “Allah tidak akan memberi pahala ilmu kepada kalian kecuali kalian telah mengamalkannya.” (HR. Turmudzi).

Sebelum beramal, seseorang mesti menguasai ilmunya. Layaknya, orang yang ingin mengoperasikan komputer mesti dia belajar dahulu cara mengoperasikannya. Bila tidak, ia bakal merusak perangkat komputer tersebut, karena kesalahan dalam pengoperasian.

Ilmu yang diamalkan akan memberi efek positif bagi orang menjalankan ibadah. Ibadah yang sia-sia dan tidak memberi kontribusi apapun terhadap pelakuknya disebabkan oleh kosongnya ilmu. Itulah mengapa, banyak sekali orang menunaikan shalat, puasa dan haji, namun tidak memberi efek baik apapun kepadanya kecuali justru menambah kemungkaran.

Setan tidak akan tinggal diam ada seorang hamba begitu semangat beribadah. Ia pasti akan memasang jebakan. Hanya orang-orang yang berilmu yang paham tipuan manis setan.

Yang diinginkan setan adalah seorang hamba bermaksiat tapi disangka ibadah. Manusia digiring untuk bermaksiat tapi perasaannya ditutupi agar tidak merasa berdosa. Bisa kita saksikan betapa banyak saudara-saudara kita bermaksiat tapi ia menyangka hal tersebut adalah amal shalih – yang mendatangkan pahala.

Dikisahkan dari Syeikh Muhammad bin ‘Araby dalam kitab Futuhat Ilahiyyah, ada seorang lelaki berasal dari Maroko yang amat serius beribadah siang-malam. Ia sama sekali tidak memikirkan urusan duniawi, bahkan ia tidak menikah. Hartanya hanya cukup untuk makan, minum dan berteduh. Satu-satunya harta yang paling berharga adalah seekor himar. Namun, himar itu tidak digunakan, sebagaimana para penduduk biasa menggunakan himar untuk keperluan berdagang. Ia simpan saja himar itu di dalam rumah.

Suatu saat penduduk sekitar bertanya-tanya mengenai tabiat orang lelaki tadi. Ia sangat jarang keluar rumah, untuk sekedar bergaul atau bekerja. Seseorang diantara mereka bertanya, mengapa engkau tidak menyisakan waktu sedikitpun untuk bekerja, padahal engkau mempunyai himar yang bisa engkau manfaatkan untuk bekerja di pasar?.
“Tidaklah aku berdiam diri dan menyimpan himar di dalam rumah semata-mata karena untuk menghindari maksiat, aku ingin menjaga kemaluanku dari berzina dan bertemu wanita. Oleh karenanya, saat syahwat itu datang, aku mendatangi himarku. Dari pada aku menyetubui wanita lebih baik aku bersetubuh dengan himar saja” jawab lelaki polos. Lelaki itu mengira menyetubi hewan adalah halal.

Kisah tersebut menunjukkan betapa berbahayanya beramal tanpa ilmu. Ia mengira apa yang telah dialkukan sah-sah saja menurut agama. Sorang jahil (bodoh) tidak merasa bahwa ia telah melakukan sesuatu pelanggaran berat selama bertahun-tahun disebabkan karena ia tidak melakukan pembacaan dan kajian terlebih dahulu.
Perasaan yang demikian inilah yang amat disukai setan.


Mengira bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, tapi sebenarnya menuai murka-Nya. Bagi setan menaklukkan seribu ahli ibadah (yang jahil) lebih mudah dari pada mengalahkan seorang berilmu.
Rasulullah SAW bersabda “Orang berilmu satu (faqih) lebih berat bagi setan, daripada seribu ahli ibadah.” (HR. Turmudzi).

Oleh sebab itu, setan paling sulit menghadapi seorang yang alim. Seperti yang pernah dialami oleh Syeikh ‘Abdul Qadil Jailaniy tatkala ia bertqarrub di tengah malam. Tiba-tiba datang bisikan yang mengaku-ngaku Allah “Mulai malam ini engkau tidak perlu lagi mengabdi kepada-Ku, karena ibadah yang telah engkau lakukan sudah cukup” .
Tapi, ahli sufi dari Baghdad ini langsung melaknat dan mengusir pembisik tadi yang tiada lain adalah iblis. Sebelum lari, si iblis berkata “Pada malam ini saya sudah menyesatkan tujuh puluh orang seperti kamu ini, dan mereka mengikuti bisikan saya”.

Syeikh ‘Abdul Qadir Jailaniy selamat dari tipuan iblis karena beliau berilmu, bisa membedakan mana lawan, dan mana kawan, mana ilham dan mana bisikan setan.

Menurut Syeikh al-Jilani orang yang dicoba seperti kisah nya tersebut tadi sangat banyak. Kebanyakan yang dicoba dengan seperti itu adalah orang yang sedang beribadah dengan tekun. Makanya, beribadah itu harus dengan kecerdasan, bukan dengan semangat saja.


Beramal dengan cerdas adalah beramal dengan ilmu. Ilmu yang benar akan melahirkan niat yang benar pula. Niat yang salah biasanya dikarenakan tidak tahu untuk apa beribadah itu. Orang yang tidak memiliki bekal ilmu biasanya mudah mendapat tipuan bisikan setan yang menyesatkan. Bisikan setan memang terasa manis. Tapi sesuatu yang manis belum tentu sehat. Bahkan yang pahit biasanya menjadi obat.

Sumber : http://www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar