Jumat, 30 Desember 2011

Mujahadah, Kunci Utama Meraih Sukses Hakiki

 

Oleh Imam Nawawi

SIAPA yang tidak ingin menjadi orang sukses? Tentu semua orang menginginkannya. Meraih kesuksesan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu kita lihat setiap orang punya cita-cita, harapan, kesibukan dan beragam rupa kegiatan.

Setiap anak dimotivasi untuk rajin belajar. Setiap remaja diarahkan untuk cerdas dalam bergaul. Dan, setiap pemuda dibimbing untuk memiliki jiwa kepemimpinan. Semua itu terjadi karena fitrahnya setiap orang pasti ingin meraih sukses.

Sayangnya, di era modern ini sukses selalu identik dengan kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan. Sudah tidak begitu banyak lagi orang yang beranggapan terpeliharanya iman, akhlak, bahkan ketekunan dalam hal ibadah sebagai prestasi. Itu mengapa tidak banyak orang yang benar-benar serius memelihara imannya. Agama tidak lebih dari ritual dan seremonial belaka.

Kondisi tersebut mengantarkan sebagian besar umat Islam pada cara berpikir pragmatis atau cara berpikir instan. Akibatnya mereka tak mampu memahami hakikat kebahagiaan. Hanya kesenangan-kesenangan berupa materi-jasadiah saja yang mampu membuat mereka tersenyum.

Padahal hakikat kesuksesan itu terletak pada kuatnya iman, kokohnya akidah, dan tegaknya amal ibadah dalam diri setiap muslim. Dengan hal itulah seorang muslim tidak akan tersesat lagi menderita.
Jika demikian, hal utama yang mesti dilakukan ialah bermujahadah dalam memelihara iman, memurnikan akidah, dan menegakkan amal ibadah.

Apabila iman terpelihara, akidah terjaga, dan ibadah terlaksana dengan baik, maka akan terbangun mental kerja yang lebih kuat dari pada mereka yang tidak terpelihara imannya. Dalam bahasa Inggris dikenal motto, “Doing the best what can I do.”

Bahkan orang beriman siap ‘bekerja’ lebih hebat tanpa imbalan apapun dari manusia. Baginya, hasbiyallah wani’mal wakil.

Ia yakin benar dengan firman Allah;

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاء وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوؤُواْ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُواْ الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوْاْ تَتْبِيراً
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al- Israa’ [17]: 7).

Itulah keyakinan para nabi dan rasul yang karenanya mereka dikenang dan dijadikan tauladan oleh Allah bagi kita semua.
Bukan karena atribut, kekeayaan, kedudukan, kekuasaan, atau apapun, nabi dan rasul itu harus diteladani. Tetapi karena keimanannya yang teguh kepada Allah SWT. Serta mujahadah mereka yang sangat luar biasa untuk meraih keridhoan Allah SWT.

Jika dilihat dari sudut pandang keduniaan (materi), hampir semua nabi dan rasul hidup serba kekurangan bahkan sengsara. Kesabaran mereka benar-benar ditempa hingga sampai pada derajat sempurna. Dengan demikian tidak ada prototype manusia paling sukses bagi seorang muslim selain para nabi dan rasul.

Sukses Hakiki

Apa yang dimaksud sukses hakiki bagi seorang muslim? Tentu tiada lain adalah keridhoan Allah SWT. Dengan ridho-Nya kita akan menerima pembalasan terbaik dari-Nya berupa surga. Sebuah tempat penuh kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan yang dihadiahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang diridhoi.
Mungkinkah kita mendapatkan keridhoan Allah? Keridhoan Allah itu akan diberikan kepada siapa saja yang bermujahadah ingin mendapatkannya. Tidak peduli orang miskin, kaya, tampan, cantik, besar, kecil, putih, hitam, tinggi, pendek, pejabat atau rakyat sekalipun. Semua berpeluang sama untuk mendapat keridhoan Allah SWT. Tinggal mujahadah masing-masing untuk mendapatkannya.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِي

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al 'Ankabuut [29]: 69).

Mujahadah Mush’ab ibn Umair
Dunia dan segala kenikmatan di dalamnya hakikatnya hanyalah ujian. Siapa yang menjadikannya sebagai tujuan maka binasalah ia untuk selama-lamanya. Hal ini bisa kita buktikan melalui sunnatullah kehidupan. Bahwa apa pun yang ada di dunia ini akan mengalami perubahan bahkan hilang.

Wanita yang hari ini cantik esok akan tua dan keriput, dan hilanglah kecantikannya. Manusia yang hari ini menjabat, esok akan berhenti, lalu tua renta, dan selesailah riwayatnya. Demikian pula dengan kekayaan. Pada akhirnya semua akan hilang dengan sendirinya dan mau tidak mau pasti ditinggalkan.

Kesadaran tersebut rupanya tertanam kuat pada diri Mush’ab ibn Umair. Pemuda Makkah yang dari lahir hingga dewasa selalu hidup dalam kemewahan. Wajahnya yang tampan menjadikan dirinya sangat mempesona. Tak satu pun gadis di Makkah yang tak mendambakan menjadi istrinya. Termasuk juga para janda, bahkan wanita yang bersuami pun sangat mendambakan Mush’ab ibn Umair.

Mungkin dalam pandangan kaum pragmatis di abad modern ini Mush’ab ibn Umair adalah laki-laki yang sangat beruntung. Ia punya ketampanan, kekayaan, dan kemuliaan. Ibunya, Khannas adalah saudagar terkaya di Makkah.
Namun Mush’ab tak pernah bersifat congkak dan menyombongkan diri. Ia justru dikenal sebagai pemuda yang santun dan rendah hati, lengkap dengan akhlak yang baik, serta kepribadian yang terpuji. Bahkan Mush’ab dikenal memiliki pemikiran yang cerdas lagi bijaksana.

Ketika ia memutuskan diri untuk menganut ajaran Islam, seketika kehidupan Mush’ab ibn Umair berubah. Sang ibu yang sedianya sangat menyayanginya berubah menjadi ganas dan beringas, tatkala mengetahui Mush’ab mengikuti ajaran rasulullah saw. Berkali-kali Mush’ab dipenjara oleh keluarganya, namun ia tetap teguh dengan ke-Islam-annya.
Akhirnya, tatkala penduduk Yatsrib kian banyak yang ingin mempelajari Islam, rasulullah saw pun mengutus Mush’ab ibn Umair untuk mengajari mereka. Setiap hari Mush’ab ibn Umair menghabiskan waktunya untuk mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk Yatsrib. Sampai akhirnya tibalah panggilan jihad di Gunung Uhud.

Karena kelalaian pasukan pemanah di atas bukit, pasukan Islam yang tidak lama lagi akan memenangkan peperangan, justru diserang balik dan terus-menerus terdesak. Akhirnya banyak pasukan muslim yang terunuh dalam serangan balik itu. Bahkan, rasulullah saw sendiri menderita luka yang cukup parah.

Di tengah kepanikan serupa itu Mush’ab ibn Umair dan beberapa sahabat lain menjadikan diri mereka sebagai benteng hidup untuk melindungi rasulullah dari serangan musuh. Sambil memegang panji Islam, Mush’ab berteriak lantang membangkitkan semangat tempur umat Islam.

Ibn Qami’ah, seorang kavaleri Quraisy, berusaha menerobos benteng hidup yang melindungi rasulullah saw. Seketika Qami’ah mengayunkan pedangnya ke tubuh Mush’ab ibn Umair. Malang tak terhindarkan, pedang Qami’an membabat putus tangan Mush’ab. Panji Islam terjatuh. Namun, Mush’ab segera meraihnya dengan tangan kiri.

Melihat hal itu, Qami’ah langsung membabat cepat tangan kiri sahabat yang gemar membaca dan mengajarkan al-Qur’an itu. Sekali lagi panji Islam terjatuh. Namun Mush’ab masih berusaha meraih panji itu dengan kedua lengannya yang tersisa. Apa boleh buat, dua penunggang kuda Quraisy dating membantu Ibn Qami’ah. Mereka mengepung Mush’ab hingga akhirnya utusan rasulullah untuk kota Yatsrib itu gugur sebagai syahid. Bahagialah Mush’ab ibn Umair.

Atas peristiwa itu turunlah firman Allah SWT kepada umat Islam, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. 3: 169-170).

Mush’ab sungguh sangat beruntung. Ia meninggal dalam keadaan membela agama Islam. Hari-harinya ia habiskan untuk berdakwah, mengajarkan Islam, membaca al-Qur’an. Sungguh sangat luar biasa Mush’ab ibn Umair. Kejadian yang menimpanya mengundang ayat suci al-Qur’an turun menjelaskan perihal dia yang sesungguhnya.
Ketika para pencinta dunia, harta, tahta dan wanita mati maka habislah rizki baginya dan itulah awal kesengsaraan abadi yang akan dirasakannya. Sungguh sangat malang.

Oleh karena itu, saudaraku seiman, bersemangatlah dalam mengisi hari dan waktumu untuk agama Allah secara sungguh-sungguh. Jangan mudah tergoda oleh bujuk rayu nafsu ataupun janji-janji Syetan. Kesenangan dunia hanyalah sementara, maka pergunakanlah hidupmu untuk akhiratmu.

Bermujahadahlah agar engkau tetap berada dalam keridhoan-Nya. Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk senantiasa mengisi waktu kita dengan amalan sholeh. Hingga saatnya kelak kita akan dipanggil oleh Allah dalam keadaan mulia lagi diridhoi oleh-Nya.

Sungguh tiada jalan lain untuk sukses hakiki, seperti Mush’ab ibn Umair telah raih, selain bermujahadah dalam menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya. Wallahu a’lam.

Sumber : http://hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar