Jumat, 30 Desember 2011

Biasakan Berbaik Sangka Kepada Alloh, Pasti Bahagia!


 

DALAM kehidupan ini kadang kala ada saja suatu masalah yang tak kunjung usai. Masalah seringkali terus-menerus membelit kehidupan kita. Bentuknya pun beragam, mulai dari belum terbayarnya hutang, belum tuntasnya perkuliahan, belum dapat pekerjaan atau mungkin tak kunjung mendapatkan jodoh. Padahal rasanya usaha telah dilakukan sebaik mungkin dan doa pun telah dipanjatkan siang dan malam.

Menghadapi situasi demikian, umumnya orang mengambil sikap kurang produktif, sehingga menimbulkan sikap kurang kooperatif. Misalmnya lebih suka pasif bahkan apatis. Akibatnya bukan saja usaha yang mulai dia tinggalkan, perlahan keyakinannya kepada janji Allah pun kian menipis.

Bahkan tidak sedikit yang stress atau depresi. Alih-alih memperkuat usaha dan doa, sebagian terjebak dalam bisikan syetan. Ada yang ke dukun, tukang ramal, memelihara jmat, bahkan ada yang mencoba untuk melakukan praktik suap. Langkah demikian muncul karena tanpa sadar seseorang telah meredupkan api imannya dan menggadaikan diri kepada selain Allah.
Logika syetan pun muncul dan diyakini sepenuh hati, “Apa saja deh yang penting ini urusan cepat tuntasnya.”

Introspeksi Diri
Sebagian di antara kita kadang kurang mampu mengendalikan kehendak untuk selalu ingin cepat selesai, tergesa-gesa atau terburu-buru. Situasi tersebut sepintas menguntungkan karena mendorong untuk banyak berdoa dan giat berusaha. Tetapi hakikatnya tidak mendidik karena fungsi hati nyaris tak berdaya karena nafsu yang dominan.
Buktinya sederhana, tatkala rasa jemu mulai menyelubungi jiwa dan raga, sementara target yang diharapkan tak kunjung tiba, hati mulai kesal, perlahan kecewa, dan akhirnya berburuk sangka kepada Allah SWT. Hati mulai lupa bahwa Allah semata yang menetapkan segala sesuatu sekehendak-Nya.

Tengoklah sejarah perang Badar dan perang Uhud. Ketika umat Islam sedikit dalam perang Badar Allah berikan kemenangan. Tatkala jumlah Umat Islam banyak dalam perang Uhud, Allah timpakan kekalahan kepada umat Islam. Apa sebab? Allah selalu punya rahasia, dan rahasia Allah selalu baik bagi seluruh hamba-Nya yang beriman.
Adalah Syeik Ibn Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”

Karena Allah sendiri sudah mengatakan dalam sebuah firman-Nya, “Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada hak bagi mereka untuk memilih.” (QS. Al Qashash: 68).

Dalam ayat yang lain Allah SWT juga berfirman;
وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS. 2: 216).

Yakinkan Hati

Setelah kita melakukan introspeksi diri langkah selanjutnya ialah menetapkan hati mencapai harapan dan mengoptimalkan daya dalam usaha. Sungguh tidak ada yang melakukan langkah-langkah tersebut kecuali orang yang telah meyakini Allah SWT sepenuh hati dan karenanya ia selalu berbaik sangka kepada-Nya.

Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw. : Allah berfirman: “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sedepak dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Jadi, Allah sangat bergantung kepada sikap dan perilaku hamba-Nya. Allah pasti akan memberikan keputusan yang terbaik bagi sang hamba. Sebaliknya jika berprasangka buruk, lalu mulai lesu dalam usaha dan jemu dalam berdoa, maka Allah pasti akan memberikan keputusan yang buruk pula.

Nabi Zakaria telah puluhan tahun menikah dan menjalani amanah dakwah namun tak kunjung dikaruniai anak. Siang dan malam Nabi Zakaria berdoa. Lalu datanglah malaikat menemuinya mengatakan bahwa Allah akan menganugerahinya putra bernama Yahya.

Nabi Zakaria berkata, bagaimana mungkin dirinya bisa punya anak, dirinya sudah sangat tua sementara istrinya mandul.
Allah menjawab, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali." (QS. 19: 9).

Sebagai seorang mukmin tidak ada jalan terbaik bagi kita untuk mengatasi setiap masalah yang kita hadapi selain kembali kepada Allah. Mari kita akrabkan diri kita dengan al-Qur’an, niscaya kita tidak akan terjebak oleh bisikan-bisikan Syetan.

Sebaliknya, ilmu kita akan terus bertambah dan iman kita pun akan kian menguat.
Jadi apalagi yang harus diragukan dari kekuasaan Allah. Jangankan sekedar memberi pekerjaan, memberi rizki seluruh makhluk hidup Allah tidak kesulitan, demikian juga untuk memberi jodoh. Tinggal seberapa jauh hati kita mantap dan yakin bahwa Allah benar-benar pasti menolong kita. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. 2: 214).

Mari kita tekunlah berusaha dan rajinlah berdoa dengan penuh harap. Dua hal itulah tanda seorang mukmin telah berbaik sangka kepada-Nya. Wallahu a’lam.

*/Imam Nawawi/http://hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar