Sabtu, 25 Juni 2011

Cara Pemenang “Menjaga” Al-Qur’an

 
Share |

 
 
Hidayatullah.com—Musabaqah Hafalan Al-Qur'an dan Hadits (MHQH) Tingkat Nasional yang telah berakhir Selasa (21/6) kemarin menyisakan catatan tersendiri. Salah satunya mengenai langkah-langkah para juara dalam menjaga hafalan mereka agar tetap melekat di kepala.

Dari  15 peserta yang sukses membawa hadiah, Hidayatullah.com mengorek beberapa trik dan tips menghafal Al-Qur’an dan Hadits lima peserta peraih juara pertama dari masing-masing cabang lomba.

Khoirul Anwar, peserta terbaik pertama untuk hafalan Al-Qur’an 30 juz mengatakan bahwa apa yang telah ia peroleh selama ini merupakan karunia dari Allah SWT, juga berkat dukungan kedua orang tuanya.

Menghafal Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini diakui Khoirul yang mampu eksis sebagai seorang penghafal di tengah hingar-bingar Kota Metropolitan Jakarta. Lingkungan, baginya sangat mempengaruhi tingkat kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an. Jika seorang hafidz (penghafal) berada pada lingkungan yg kurang bagus, tentu akan berdampak tidak bagus juga.

Dia juga merasakan di dalam Al-Qur’an ada surat-surat tertentu yang lebih sulit dihafal dibanding surat-surat pada umumnya.

“Seperti Surat Asy-Syu'araa. Juga ada di juz 25 dan 29, karena banyak yang sama ayat-ayatnya,” jelas pria Betawi asli yang lahir pada 27 Oktober 1982 ini.

Beratnya menghafal Al-Qur’an, menurut Khoirul, sesuai dengan gambaran Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits yang memerintahkan untuk menjaga Al-Qur’an sebab lebih cepat hilang hafalan tersebut dari pada onta yang diikat.

Adalah semua penghafal terkadang menemukan rasa malas dan jenuh ketika menghafal tidak bisa dipungkiri. Itu, kata dia, karena pribadi manusia turun naik semangatnya. Ketika tidak semangat itulah ujian terberat. Baginya, “godaan yang paling utama dari diri sendiri.”

Sekalipun menghafal Al-Qur’an dirasakan banyak tantangannya, namun calon bapak yang menyelesaikan hafalan 30 juznya di Jakarta ini punya kiat tersendiri agar dimudahkan dalam menghafal, yaitu terus berdoa dan menanti pertolongan dari Allah.

Kiat lain yang dibagikan mahasiswa Syari’ah semester 3 di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta ini dalam mempermudah menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an yaitu mengetahui terlebih dahulu kepribadian diri sendiri sebagai seorang hafidz.

“Setiap penghafal memiliki ciri khas berbeda-beda. Apakah lebih bagus dalam mendengarkan atau dengan tilawah (membaca) terus menerus,” imbuh suami Khoirotun Hisan (22) yang mulai akrab dengan Al-Qur’an sejak usia 10 tahun ini.

Dia sendiri, akunya, lebih cepat menghafal dengan cara mendengarkan, sehingga dia banyak membeli kaset murottal (cara membaca Al-Qur'an dengan irama tertentu) dari berbagai macam suara imam. Dipilihnya yang betul-betul sesuai selera, kemudian diulang-ulang. Tiap satu halaman yang ingin dihafalkan, dia dengarkan kasetnya sampai 50 kali.

“Barulah setelah itu saya hafalkan,” tuturnya.

Pantangannya selama ini? “Alhamdulillah! Di rumah tidak ada televisi. Itu sangat pengaruh, apalagi siaran Indonesia banyak sekali yang merusak,” jawabnya kepada Hidayatullah.com di sela-sela penutupan MHQH.

Menonton TV bagi dia dapat mengurangi hafalan. Pengurangan itu sebagai salah satu teguran dari Allah agar selalu bertobat.

Senada dengan Khoirul, Agus Nur Qowim juga selalu mengulang-ulang hafalannya agar tetap terjaga. Peraih juara 1 cabang 20 juz ini memfokuskan waktu untuk Al-Qur’an setelah sholat lima waktu.

“Biasakan ada waktu sedikit, syukur banyak, untuk mengulang-ulang hafalan,” pesan peserta perwakilan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta ini.

Setiap hari harus ada waktu luang yang jelas untuk menghafal. Termasuk, tambah remaja kelahiran Kebumen hampir 24 tahun silam itu, ketika  melaksanakan sholat sunnah.

Dalam menghafal Al-Qur’an, Agus merasakan tidak ada pantangannya. “Selama kita bisa menjaga diri. Yang  jelas jangan sampai melakukan hal-hal yang melanggar syari’at,” kata hafidz yang mengaku rajin tahajjud (sholat malam) tersebut.

Mengulang-ulang hafalan tampaknya sudah menjadi rumus baku bagi para hafidz dalam “menjaga” Al-Qur’an. Aulia Rahman Iskandar (14 tahun) dan Deden Bahroini (23 tahun), masing-masing peraih juara 1 pada cabang 15 juz dan 10 juz, menguatkan hal itu.

Aulia misalnya, setiap pagi dia menghafal satu halaman. Siangnya muroja’ah (mengulang) yang dihafal pagi tadi. Sore harinya, dia kembali muroja’ah tapi ditambah hafalan pada hari-hari sebelumnya.

“Minimal lima halaman,” ujar pelajar kelas 2 SMP Kafila Internasional Islamic School (KIIS) Jakarta ini.

Selain tidak keluyuran ke mana-mana, dia juga tidak boleh melihat wanita agar hafalannya tetap terjaga.

Deden pun demikian, kerap mengulang ayat per-ayat sampai lancar. “Setelah lancar pindah, setelah pindah dapat (hafal) lagi, diulang lagi dari atas (semula) setiap usai sholat,” jelas peserta dari Ponpes Mazra’atul Mu’minin Serang, Banten tersebut.

Agar hafalannya tidak hilang, dia mengaku tidak terlalu banyak bermain. Setiap harinya dia punya target hafalan tertentu.

Menghafal Hadits, tidak jauh berbeda dengan menghafal Al-Qur’an. Pengulangan hafalan secara rutin, itu kuncinya.

Sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Jauzi, peserta MHQH terbaik 1 untuk cabang hafalan Hadits Nabawi, “kalau ada waktu luang, kita buka kitab Hadits. Tidak boleh pisah!.”

Dalam sehari, Ibnu menargetkan hafal 10-20 Hadits Nabi.

Dia juga merasakan ada masa-masa kejenuhan dalam menghafal. Mungkin, kata hafidz Hadits utusan Ponpes Nurul Hakim Lombok Barat, Nusa  Tenggara Barat ini, ada fasilitas yang mengganggu seperti acara-acara TV. Pandangannya senada dengan Khoirul. Baginya TV hanya menyita waktu.*


Keterangan Foto:
1.    Khoirul Anwar, peserta terbaik 1 golongan 30 juz.
2.    Seorang penghafal Al-Qur’an sedang muroja’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar