
Oleh: Ust. Purnomo WD 
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Konflik  Sunni – Syi'ah bukan persoalam baru. Sejak beberapa abad yang lalu sudah  terjadi. Hal itu di antara sebabnya, karena prinsip dari ajaran Syi'ah  yang berseberangan dengan keyakinan pokok mayoritas umat Islam, seperti  mereka menghina dan mengafirkan Abu Bakar as-Sidiq, Umar bin Khathab,  dan Utsman bin Affan, yang oleh mayoritas umat Islam sangat dihormati  dan dimuliakan. Bahkan, mencintai mereka dan para sahabat nabi lainnya  termasuk bagian dari akidah dan iman. (Silahkan Baca: Kesaksian Kitab Syi'ah, Kenapa Orang Syi'ah Melaknat Abu Bakar Shidiq?)
Khususnya  di Indonesia yang mayoritas bermadhab Ahlus Sunnah Waljama'ah (Sunni),  konflik Sunni-syi'ah pun sudah sering terjadi seperti penyerangan  pesantren Syi'ah di Jawa Timur pada bulan Februari lalu. Di tempat lain  yg tidak sempat diekspos media pun tidak sedikit. 
Biasanya  saat terjadi perseteruan antara Sunni dan Syi'ah selalu yang dianggap  tidak toleran adalah kelompok mayoritas. Padahal dalam keyakinan  kelompok minoritasnya mengajarkan untuk memusuhi dan membenci kelompok  mayoritas. Bahkan sampai menghalalkan darah dan harta mereka, seperti  menyikapi orang kafir harbi. Sehingga jika ingin terjadi  hubungan yang harmonis, kelompok Syi'ah harus meninggalkan ajaran mereka  yang menghina ajaran dan keyakinan kaum muslimin Ahlus Sunnah.
 Oleh  sebab itu, dalam tulisan ini - yang juga pernah kami ulas sesudah  terjadinya penyerangan terhadap Pesantren Syi’ah YAPI di Desa Kenep,  Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa (15/2) oleh jama'ah  Ahlus Sunnah- kami ingin menunjukkan bagaimana sebenarnya  akidah dan  ajaran syi’ah –yang tergolong minoritas- terhadap Ahlus sunnah yang  menjadi mayoritas? Apakah ajaran golongan minoritas tersebut tidak  berisi kebencian dan pengafiran terhadap selain mereka, khususnya  Ahlussunnah wal Jama’ah? 
Mari kita melihat bagaimana ajaran Syi’ah  terhadap Ahlus Sunnah dari kitab-kitab yang ditulis para ulama Syi’ah  dan diakui sebagai rujukan agama mereka.
 Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan darah dan harta.
Akidah Syi’ah Terhadap Ahlussunnah
 Akidah  Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah  kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan darah dan  harta. Menurut keyakinan mereka, kekufuran Ahlus Sunnah lebih besar  daripada kekufuran Yahudi dan Nashrani. Kenapa bisa begitu? Menurut  mereka, kekafian Yahudi dan Nashrani adalah kekafiran asli, sedangkan  kekafiran ahlus sunnah adalah karena murtad. Dan menurut ijma’,  kekafiran karena murtad lebih besar daripada kekafiran asli.
 Berikut  ini kami sebutkan beberapa keyakinan mereka tentang Ahlus Sunnah yang  berasal dari ucapan ulama-ulama mereka yang tertulis dalam kitab-kitab  mereka sendiri.
 1. Syaikh Husain bin Ali ‘Ushfur al-Dararial-Bahrani dalam kitabnya, al-Mahasin al-Nafsaniyyah fii Ajwibah al-Masaa-il al-Khurasaaniyyah, hal. 17: Orang-orang Syi’ah menggelari orang-orang Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan al-Naashibah. Menurut keyakinan Syi’ah, mereka lebih najis daripada anjing dan lebih kufur daripada Yahudi dan Nashrani.
 Dia mengatakan,
 بَلْ أَخْبَارُهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلامُ تُنَادِي بِأَنَّ النَّاصِبَ هُوِ مَا يُقَالُ لَهُ عِنْدَهُمْ سُنِّياًّ
 “Bahkan  kabar-kabar dari mereka (para imam) 'alaihis salam menyerukan bahwa  yang dimaksud al-Nashib adalah yang dikenal dikalangan mereka dengan  Sunni.”
 2. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, Juz: 101, hal. 85: Abu Abdilllah berkata: “Sesunghunya Allah Tabaraka wa Ta’ala  terlebih dahulu melihat orang-orang yang menziarahi kuburan Husain bin  Ali pada sore hari ‘Arafah.” Beliau ditanya, “(Apakah) sebelum melihat  orang-orang yang sedang wukuf?” Beliau menjawab, “Ya.” Beliau ditanya  lagi, “Bagaimana bisa behitu?”  Beliau menjawab,
 لِأَنَّ فِي أُولَئِكَ أَوْلادُ زِنَا ولَيْسَ فِي هَؤُلَاءِ أَوْلادُ زِنَا
 “Karena  di tengah-tengah mereka (orang-orang yang wukuf di Arafah) terdapat  anak-anak zina, sedangkan di tengah-tengah mereka (peziarah kuburan  Husain) tidak ada anak-anak zina.”
 Menurut keyakinan Syi’ah, Ahlus Sunnah lebih najis daripada anjing dan lebih kufur daripada Yahudi dan Nashrani.
3. Al-Kulaini, dalam al-Raudhah min al-Kaafi, Juz 8, hal. 285, menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Abdillah yang berkata kepada Abu Hamzah:
 وَاللهِ يَا أَبَا حَمْزَةَ، إِنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَوْلادُ زِنَا مَا خَلا شِيْعَتُنَا
“Demi Allah hai Abu Hamzah, sesungguhnya manusia seluruhnya merupakan anak-anak pelacur kecuali Syi’ah kita.”[1] 
 4. Muhammad al-Tijani, dalam kitabnya al-Syi'ah Hum Ahlus Sunnah, hal. 161, lebih terang-terangan lagi menyatakan bahwa al-Nawasib (yang mereka kafirkan dan musuhi) adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dia berkata,
 وَعُنِِيَ  عَنِ التَّعْرِيْفِ بِأَنَّ مَذْهَبَ النَّوَاصِبَ هُوَ مَذْهَبُ ((أَهْلِ  السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)) فَنَاصِرُ مَذْهَبِ النَّوَاصِبِ  اَلْمُتَوَكِّل هُوَ نَفْسُهُ (( مُحْيِي السُّنَّةِ )) فَافْهَمْ
 “Dan  tidak membutuhkan pengenalan lagi bahwa madhab al-Nawashib adalah  madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan al-Mutawwil adalah pembela madhab  Al Nawashib, dia itu sendiri yang bergelar muhyis sunnah (pengidup  sunnah), maka pahamilah.”
 Menurut keyakinan al-Tijani, mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama'ah-lah yang menyimpang dari keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.  Ia menjuluki al-Mutawwil sebagai tokoh utama al-Nawashib (yang  memusuhi) Ali dan Ahlul Bait. Bahkan kedengkiannya sudah sampai  membongkar makam Husain, melarang menziarahinya, dan membunuh  orang-orang yang menggunakan nama Ali. Al-Khawirizmi dalam Rasail-Nya  menyebutkan bahwa al-Mutawakkil tidak akan memberikan harta atau bantuan  kecuali kepada orang yang mencela keluarga Ali bin Abi Thalib dan  membela madhab al-Nawashib.
 (Namun  ini merupakan tuduhan semata dari al-Tijani yang menunjukkan kedengakian  dan kebenciannya terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah).
 5. Muhammad al-‘Ayasyi, dalam tafsirnya al-‘Ayasyi,  Juz 2, hal. 398, menukil riwayat dari Ibrahim bin Abi Yahya. Dari  Ja’far bin Muhammad, ia berkata: “Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali  ada satu Iblis yang mendatanginya. Jika Allah mengetahui bahwa dia dari  Syi'ah kami, maka Allah akan menghijabinya dari syetan itu. Dan jika  bukan dari Syi'ah kami, maka syetan akan menancapkan jari telunjuknya di  duburnya, lalu ia akan menjadi orang yang buruk, oleh karenanya zakar  keluar di depan. Dan jika ia seorang perempuan, syetan akan menancapkan  jari telunjuknya di kemaluannya sehingga ia menjadi pezina. Di saat  itulah seorang bayi akan menangis dengan kencang jika ia keluar dari  perut ibunya. Dan setelah itu, Allah akan menghapus dan menetapkan apa  yang dikehendaki-Nya, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul kitab.”
 Menurut Syi'ah, Wanita Ahlus Sunnah sebagai pelacur . . .
6. Ni’matullah al-Jazairi, dalam al-Anwar al-Nu’maniyah,  2/307: Bahwa Syi’ah menghalalkan darah dan harta Ahlus Sunnah wal  Jama'ah, yakni membunuh dan merampas harta mereka. Diriwayatkan oleh  al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu Abdillah, “Apa pendapat Anda tentang  membunuh orang al-Nashib (Ahlus Sunnah)?” Ia menjawab, “Darahnya halal  (boleh membunuhnya), tetapi aku khawatir atas (keselamatan) mu. Jika  kamu bisa, robohkan dinding (timpakan) atasnya atau kamu tenggelamkan di  air supaya tidak bisa memberikan kesaksian (yang memberatkan) atasmu,  maka lakukanlah.” Aku bertanya lagi, “Apa pendapat Anda dalam hartanya?”  Ia menjawab, “Ambillah hartanya semampumu.”
 7. Ni’matullah al-Jazaairi, dalam Nuur al-Barahin,  hal. 57, bahwa firqah-firqah yang menyelisihi Firqah Imamiyah,  berdasarkan nash-nash yang banyak sekali, menunjukkan mereka kekal di  neraka. Dan ikrar syahadat mereka tidak bermanfaat sedikitpun kecuali  dalam penjagaan darah dan harta mereka serta pelaksanaan hukum-hukum  Islam yang berlaku bagi mereka.
 Catatan Penulis: Bagi  Syi'ah, seluruh kaum muslimin adalah Nawashib, karena mereka tidak  mendahulukan Ali atas Abu Bakar dan Umar, kecuali Syi'ah saja.
 Syi'ah menuduh Ahlus Sunnah telah kafir dan akan kekal di neraka. Sehingga darahnya halal ditumpahkan dan hartanya halal dirampas. . .
8. Yusuf al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam al-‘Ithrah al-Thaahirah,  hal.  136 dalam Bab “Orang yang menyelisihi (Syi’ah), hakikatnya bukan  orang Islam. Dan sesungguhnya orang yang menyelisihi (Syi'ah) sebenarnya  adalah kafir.” Ia tidak membedakan antara kufur kepada Allah dan kufur  kepada para imam, dengan alasan bahwa imamah termasuk masalah ushuluddien (pokok agama) berdasarkan nash ayat dan hadits yang sangat jelas.  Di antaranya pernyataannya,
 “Pertama:  engkau telah mengetahui bahwa orang yang menyelisihi (Syi'ah) adalah  kafir, tidak memiliki bagian dalam Islam dari berbagai sisinya,  sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab kami al-Syihab al-Syaqib.”
 Catatan Penulis:  Beginilah Syi’ah dengan mudahnya menisbatkan kekafiran kepada orang  yang mereka sebut sebagai wahabiyyin. Jangan heran jika mereka sangat  membenci dan suka menghina Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena memang  beginilah ajaran agama mereka.
 9. Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, dalam kitabnya Tahdziib al-Ahkaam  3/197, menyebutkan: Imam mereka (Abu Abdillah), ikut menyalatkan  jenazah orang munafik (yang mereka maksud adalah Ahlus Sunnah,- red),  tapi ia melaknatnya, isi doanya:
 اَللهُ  أَكْبَرُ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاناً عَبْدَكَ أَلْفَ لَعْنَةٍ  مُؤْتَلَفَةٍ غَيْرَ مُخْتَلَفَةٍ اللَّهُمَّ اخْزِ عَبْدَكَ فِي عِبَادِكَ  وَبِلادِكَ وَأَصِلْهُ حَرَّ نَارِكَ وَأَذِقْهُ أَشَدَّ عَذَابِكَ  فَإِنَّهُ كَانَ يَتَوَلَّى أَعْدَاءَكَ وَيُعَادِيْ أَوْلِيَاءَكَ  وَيُبْغِضُ أَهْلَ بَيْتِ نَبِيِّكَ
 “Allahu  Akbar, Ya Allah laknatlah fulan hamba-Mu dengan seribu laknat yang  terkumpul, bukan terberai. Ya Allah, hinakanlah hamba-Mu ini  di tengah  hamba-hamba-Mu  dan di dalam negeri-Mu, sampaikanlah ia panasnya  neraka-Mu, dan timpakan padanya adzab-Mu yang paling pedih, karena ia  mengangkat musuh-musuh-Mu sebagai pemimpin, memusuhi para wali-Mu, dan  membenci keluarga Nabi-Mu.”
 Catatan Penulis:  Maka jangan heran jika kita melihat seorang pengikut Syi'ah ikut  menyalatkan jenazah seorang muslim, lalu laknat ini yang ia bacakan  kepadanya. Karena menurut mereka, setiap orang yang menyelisihi Syi'ah  disebut munafik.
 10. Al-Hurr al-‘Aamili dalam Wasail al-Syi’ah:  2/771, Bab: Bagaimana cara menyalatkan orang yang sunni yang  menyimpang, dari Muhammad bin Muslim dan salah seorang kedunya berkata:  “Jika ia seorang penentang kebenaran, maka ucapkan:
 اَللّهُمَّ أَمْلِأْ جَوْفَهُ نَاراً وَقَبْرَهُ نَاراً وَسَلِّطْ عَلَيْهِ الْحَيَاتَ وَالْعَقَارِبَ
 “Ya Allah penuhilah lambungnya dengan api,  kuburnya dengan api, dan kuasakan ular dan kalajengking atas mereka.”
 Jika orang Syi'ah menyalatkan Ahlus Sunnah, bukan doa kebaikan yang terucap, tapi laknat dan adzab Allah yang mereka mohonkan. . .
11. Al-Maaqami, dalam Tanqih al-Maqaal fii ‘Ilmi al-Rijal,  pada faidah yang ke-20, hal. 208, menukil dari al-Muhaqqiq al-Bahrani  dan dari riwayat-riwayat yang banyak bahwa orang yang bukan Syi'ah Istna  ‘Asyariyah adalah kafir dan musyrk.
 12. Muhsin al-Mu’allim, dalam kitabnya al-Nushbu wa al-Nawashib,  hal. 609. Sesudah menyebutkan sejumlah Nawashib, di antaranya: Abu  Bakar, Umar, Ustman, ‘Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan  sejumlah sahabat, serta Imam Malik, dan al-Bukhari radhiyallahu 'anhum, ia menyebutkan kafirnya para nawashib dari perkataan para ulama Syi'ah:
 “Sayyid  al-Khu-i semoga Allah meridhainya berkata: dan lebih jelasnya seorang  nashib hukumnya kafir walau ia menampakkan (ucapan) dua kalimat syahadat  dan keyakinan kepada hari kiamat.”
 Sayyid  al-Shadr berkata tentang orang-orang yang ia kecualikan dari najisnya  orang kafir, ia memasukkan di antaranya: Ahlul Kitab, ghulat, lalu  menyebut Nawashib. Ia berkata, “Begitu nawashib yang menyatakan  permusuhannya kepada Ahlul Bait yang mereka itu telah Allah hilangkan  kotoran (najis) dari mereka dan membersihkan mereka sebersih-bersihnya.  Sesungguhnya mereka itu, para pemberontak dan nawashib, adalah kafir.  Tetapi mereka suci menurut syariat selama mereka menisbatkan diri kepada  Islam.”
 “Mengambil dalil dari apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Ya’fur dalam al-Mautsiq,  dari Abu Abdillah, dalam sebuah hadits ia berkata: Janganlah kalian  mandi dari tempat pemandian umum. Karena di dalamnya digunakan mandi  orang Yahudi, Nashrani, Majusi, dan al-Nashib (para pembeci) terhadap  kita ahlul Bait. 
Maka dia itu adalah yang terburuk dari mereka. dan  sesungguhnya Allah Tabaraka wa ta’ala tidak pernah menciptakan satu  makhluk yang lebih najis daripada anjing. Dan sesungguhnya al-Nashib  (orang-orang yang memusuhi) kita ahlul bait, jauh lebih najis daripada  anjing.”
 13. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar,  23/390 meyebutkan, seluruh kaum muslimin yang tidak meyakini keimamahan  para imam dua belas (artinya; selai kelompok Syi'ah) adalah kafir,  sesat, dan kekal dalam neraka. Berikut pernyataannya:
 -  “Ketahuilah, sesunguhnya keumuman lafadz syirik dan kufur atas orang  yang tidak meyakini keimamahan amirul mukminin dan para imam sesudahnya  dari anak-anaknya, dan lebih mengutamakan yang lain atas mereka itu  menunjukkan bahwa mereka adalah kafir yang kekal di neraka.”
 - "Syaikh al-Mufid dalam kitab al-Masa’il  berkata: “Imamiyah bersepakat atas orang yang mengingkari keimamahan  salah seorang imam (yang dua belas) dan menentang apa yang Allah  wajibkan kepadanya berupa kewajiban taat (kepada para imam) adalah  kafir, sesat, dan wajib kekal di neraka.”
 Jika ingin terjadi kehidupan yang rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan Syi'ah, hendaknya Syi'ah meninggalkan ajaran yang berisi provokasi dan suka menghina kelompok lain.Lalu kembali kepada kesatuan ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai dengan yang dipahami para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim.
Penutup
 Dari  pernyataan-pernyataan para ulama syi’ah dalam kitab-kitab mereka sendiri  di atas, nampak jelas bahwa kaum Syi'ah mengafirkan kaum muslimin Ahlus  Sunnah wal Jama'ah yang merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin  Indonesia. Karena itulah, kiranya wajar kalau saudara-saudara kita  tersinggung dan marah terhadap paham yang diajarkan dan  didengung-dengungkan Syi’ah. Oleh sebab itu, jika ingin terjadi  kehidupan yang rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan  Syi'ah, hendaknya mereka meninggalkan ajaran yang berisi provokasi dan  suka menghina kelompok lain. Lalu kembali kepada kesatuan ajaran Islam,  Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai dengan yang dipahami para sahabat  Nabi ridhwanullah ‘alaihim. Wallahu Ta’ala a’lam.
 [PurWD/voa-islam.com]
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar