Rabu, 08 Juni 2011

Efek Samping Obat

Setiap obat memiliki kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Efek samping obat merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerjanya yang spesifik dalam sistem biologik tubuh.
Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/ dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari factor-faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya:
-          reaksi alergi akut (alergi seketika) karena pemberian antibiotik penisilin
-          hipoglikemia berat karena pemberian insulin
-          Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama
-          Rasa mual dan pusing
-          Dan sebagainya.
Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:
-          kegagalan pengobatan
-          timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat  yang semula tidak diderita oleh pasien
-          Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik)
-          Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat; dll.
Tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal, kecuali kalau yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara klinis.
Efek samping yang timbul dalam suatu pengobatan pun juga tak lepas dari pengaruh kondisi tubuh, sehingga dapat memberi nilai beragam pada pasien yang berbeda.
Efek samping obat secara umum dikelompokkan menjadi 2 :
v  Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi:
1. efek farmakologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan karena pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan (terutama kelompok pasien dengan resiko tinggi, seperti bayi, usia lanjut, pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau hati)
2. Gejala penghentian obat (withdrawal syndrome) merupakan suatu kondisi dimana munculnya gejala penyakit semula  disebabkan karena penghentian pemberian obat. Tindakan pemberhentian penggunaan obat hendaknya dilakukan secara bertahap.
3. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologi utama, untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat  mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Misalnya, rasa kantuk setelah pemakaian antihistamin; iritasi lambung pada penggunaan obat-obat kortikosteroid; dll.
v  Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
1. Reaksi Alergi, terjadi sebagai akibat dari reaksi imunologi. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis dan bervariasi pengaruhnya antara satu pasien dengan yang lainnya.
Beberapa contoh bentuk efek samping dari alergi yang seringkali terjadi antara lain:
a)      Demam.Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
b)      Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna merah), urtikaria (bengkak kemerahan), fotosensitifitasi, dll.
c)       Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi.
d)      Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastika. merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
e)      Gangguan pernafasan. Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.
2. Reaksi karena faktor genetik. Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik.
3. Reaksi idiosinkratik. Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Jadi reaksi ini dapat terjadi diluar dugaan. Meski demikian, reaksi ini relatif sangat jarang terjadi.
Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat
Faktor-faktor tersebut meliputi:
a) Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
1)Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
2)Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika.
b) Faktor obat
1)       Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
2)       Pemilihan obat.
3)       Cara penggunaan obat.
4)       Interaksi antar obat.
Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:
  1. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
  2. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-farmakoterapi.
  3. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
  4. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini.
efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
  1. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
  2. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat.
Penanganan efek samping
1.       Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping. Bukanlah tindakan yang tepat bila mengatasi efek samping dengan menambah konsumsi obat untuk mengobati efek yang timbul tanpa disertai dengan penghentian obat yang dicurigai berefek samping. Hal ini justru akan bernilai tidak efektif , dan efek samping tetap terus terjadi.
2.       Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.
Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi (suatu reaksi alergi) diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan), dll.
Wallohu a`lam bish showab.

sumber : http://hilalahmar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar