Kamis, 07 Juli 2011

Kebiasaan Alami Cegah Penyakit Degeneratif Parkinson

Apa itu parkinson? Nama penyakit parkinson diambil dari nama penemunya, James Parkinson. Menurut Ketua Yayasan Peduli Parkinson Indonesia, dr Banon Sukoandari, Sp.S., parkinson adalah penyakit degenerasi yang menyerang otak karena kurangnya dopamine dalam otak.

"Gejala utamanya, gangguan pergerakan, dan gangguan non motorik. Pada banyak penyandang parkinson, ada gangguan kognitif dalam berbagai derajat," kata Banon yang ditemui dalam acara memperingati hari parkinson "Senada Seirama Bersama Parkinson: Yuk Main Angklung" di Jakarta. Penyakit parkinson, menurut Banon, sulit dicegah dan disembuhkan karena penyebabnya sendiri sulit diketahui pasti. Yang jelas, ketika individu kehilangan lebih dari 80 suplai dopamine, zat penting dalam proses pengiriman sinyal antara sel-sel saraf otak untuk mengatur gerakan, maka individu akan mengalami beberapa gejala parkinson.

Penyebab di dalam otak ada sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Ganglia Basalis inilah yang mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks serebral. Pada penderita parkinson, sel-sel pada ganglia basalis mengalami kemunduran.

Ketika beranjak tua, produksi dopamin menurun dan diduga menyebabkan parkinson. Dopamin merupakan neurotransmiter di otak yang berfungsi mengatur gerakan-gerakan halus dan terkoordinasi.

Walaupun terbilang penyakit yang sulit didiagnosis karena gejalanya yang dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan, perubahan beberapa kebiasaan sehari-hari mampu membantu Anda mengatasi gejala penyakit degeneratif syaraf ini.

Penyakit yang pertama kali ditemukan pada 1817 oleh Dr. James Parkinson ini memiliki gejala umum yaitu:

1. Tremor atau gemetar yang tidak terkontrol, biasanya terjadi pada tangan dan kaki.
2. Rigiditas otot atau kekakuan anggota tubuh dalam gerak.
3. Bradiknesia yaitu gerakan melambat.
4. Gangguan dalam berjalan.
5. Perubahan postur semacam gangguan keseimbangan.

Selain itu, banyak pula penderitanya mengalami gangguan yang berpengaruh pada pikiran seperti depresi, demensia (pikun), kebingungan, dan agitas. Parkinson menyerang sekitar 1 di antara 250 orang yang berusia di atas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia di atas 65 tahun.

Untuk itu, Universitas Maryland Medical Center memberikan beberapa perubahan gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi gejala-gejala di atas:

1. Makan makanan bergizi.
2. Berolahraga rutin, tapi jangan berlebihan hingga melewati batas kemampuan tubuh.
3. Usahakan mengistirahatkan tubuh.
4. Upayakan untuk menghidari stres.
5. Mengikuti terapi fisik, terapi bicara, dan terapi okupasi.
6. Perimbangkan memakai peralatan khusus di rumah supaya membantu gerakan tubuh seperti pegangan pada tangga.
7. Rutin berkonsultasi dengan dokter guna mengetahui perkembangan penyakit Anda.

Adapun usia yang rentan terserang parkinson adalah 60 tahun meskipun 1 dari 20 kasus menyerang pasien usia 40. Prevelensi penyakit parkinson di dunia mencapai sekitar 6,3 juta. Sebanyak 1,6 per 100 orang di atas 65 tahun dan 1 per 50 orang di atas 80 tahun terserang parkinson. "Meski secara ilmu pengetahuan tidak bisa dicegah, ada baiknya dengan pendekatan lingkungan. Pelihara lingkungan dengan sebaik-baiknya, jangan buang batrai bekas atau pestisida sembarangan," demikian dr Banon.

Dr. Dewi yang merupakan ahli syaraf di RS Azra Bogor mengungkap ada 2 macam penyakit parkinson. Yang pertama adalah parkinson primer, yang hingga kini tidak diketahui pasti apa penyebabnya selain sebagai dampak dari proses penuaan.

"Ketika masuk usia lanjut, semua orang akan mengalami degenerasi (penurunan fungsi organ). Ada yang mengalaminya di sendi, tulang, ginjal maupun otak. Peluang untuk terjadi di otak, sama pada semua orang," ungkap Dr. Dewi.

Berikutnya adalah parkinson sekunder, yang muncul menyertai penyakit lain. Biasanya terjadi setelah mengalami stroke, benturan yang berulang di kepala, serta infeksi pada otak.

Diduga, parkinson yang dialami mantan petinju Muhammad Ali adalah dampak dari benturan berulang pada kepala sepanjang karir bertinjunya. Dugaan tersebut hingga kini memang masih diperdebatkan.

Yang jelas, Dr. Dewi menyarankan untuk menghindari benturan yang terlalu sering. Lalu bagaimana dengan penggemar olah raga bela diri yang acapkali tidak bisa menghindari benturan di kepala?

"Ya harus pintar-pintar menangkis. Mudah kan?" katanya sambil tertawa.

Meski sulit dicegah karena siapapun bisa mengalaminya namun risikonya bisa dikurangi. Menerapkan gaya hidup sehat agar tubuh tidak terlalu banyak toksin, menghindari kepala terluka dan obat-obatan bisa dilakukan untuk mengurangi risikonya. (fn/mi/km/dt) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar